Ribuan Guru di Kutai Barat Mogok: Tuntut Keadilan dalam Tunjangan
Sejak Rabu, 17 September 2025, lebih dari 5.000 guru di Kabupaten Kutai Barat mengambil langkah drastis: menghentikan kegiatan belajar mengajar. Lebih dari 150 sekolah negeri ikut serta dalam aksi mogok yang mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tunjangan penghasilan yang dianggap tidak adil.
Akar Masalah
Persoalan bermula dari dikeluarkannya Surat Edaran Bupati nomor 900-227-OMG-TU.P-2-2025 dan SK Bupati nomor 0800.05.821-9.15-2025 yang mengatur pembayaran Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN Tahun Anggaran 2025. Di dalam ketentuan baru itu, besarnya TPP ditentukan berdasarkan prestasi kerja yang dikenal sebagai KPBS (Kinerja Pegawai Berdasarkan Sasaran). Namun, guru yang berada dalam jabatan fungsional diperlakukan secara berbeda: TPP mereka dipukul rata tanpa memperhitungkan beban kerja, golongan, ataupun jabatan spesifik.
Ketimpangan Besar dalam Tunnjangan
Ketidakadilan dalam pembagian tunjangan terlihat nyata di lapangan:
-
Guru golongan 3 dan P3 cuma menerima sekitar Rp 2,5 juta (netto sekitar Rp 2,3 juta setelah potongan BPJS).
-
Sementara itu, guru golongan 4 mendapat TPP sebesar Rp 4 juta.
-
Di sisi lain, ASN struktural dalam golongan yang sama bisa menerima hingga Rp 5,7 juta.
Perbedaan yang mencolok ini memicu keresahan di kalangan guru di Kutai Barat, yang merasa keberatan karena mereka bekerja di posisi fungsional tetapi mendapat tunjangan jauh lebih kecil dibanding ASN struktural meskipun beban kerja dan kualifikasi bisa sama atau bahkan lebih.
Upaya Penyelesaian dan Keputusan Mogok
Sebagai respons terhadap ketidakpuasan tersebut, Forum Komunikasi Antar Guru—organisasi baru yang terbentuk akibat ketidakpuasan terhadap posisi PGRI dalam menangani masalah ini—telah menempuh berbagai upaya resmi:
-
Mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD.
-
Menggelar audiensi dengan Tim Anggaran dan Pemerintah Daerah (TAPD).
-
Bahkan bertemu langsung dengan Bupati Kutai Barat.
Namun sayangnya, hingga sekarang belum ada keputusan yang memuaskan atau kejelasan mengenai perubahan kebijakan TPP yang diharapkan. Karena itu, mogok dianggap sebagai jalan terakhir.
Guru-guru menegaskan bahwa mereka akan terus mogok sampai tuntutan utama mereka dipenuhi. Dua tuntutan pokok yang mereka ajukan:
-
Penyetaraan TPP fungsional dengan struktural, sesuai dengan golongan dan beban kerja jabatan.
-
Penolakan terhadap pemotongan tunjangan di masa mendatang.
Dampak & Harapan
Walau menyadari bahwa aksi mogok ini berdampak langsung terhadap para siswa — sekolah-sekolah terhenti kegiatan belajarnya — guru-guru menganggap perjuangan ini penting untuk keadilan jangka panjang.
Mereka juga berharap bahwa momen penyusunan APBD Perubahan di bulan September bisa menjadi momentum krusial agar tuntutan mereka diperhitungkan dalam anggaran daerah dan adanya keputusan yang lebih jelas dari pemerintah setempat.

Posting Komentar untuk "Ribuan Guru di Kutai Barat Mogok: Tuntut Keadilan dalam Tunjangan"